MAKALAH
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
Penulis
Nama : Istiqomah (1313023042)
Iqbal Taufik Nugraha (13130230)
KhairunNisa Rahma sari (13130230)
Lezy Meidella (13130230)
M Deffry Yunizar (13130230)
Mata Kuliah : Pengenalan Peserta Didik
Dosen : Dr. Lilik Sabdaningtyas, M.Pd
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunian-Nya kepada kelompok kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Perkembangan Intelek pada Peserta Didik. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah pengenalan peserta didik. Selain itu makalah
juga dapat kita gunakan untuk menambah wawasan pengetahuan kita tentang
perkembangan emosi peserta didik.
Namun
kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini kedepannya.
Bandar
Lampung, Maret 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….
KATA
PENGANTAR …………………………………………………
DAFTAR
ISI
………………………………………………………….
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang …………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………
1.3 Tujuan …………………………………………………………..
II. PEMBAHASAN
2.1 Defisini Intelektual menurut beberapa
ahli……………………
2.2 Hubungan Intelek dengan Tingkah laku
…………………….
2.3 Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif
2.4 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
………………..
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan intelektual
2.6
Perbedaan Individual dalam Perkembangan
Intelek / Kognitif
2.7
Usaha dalam membantu Mengembangkan Intelek Remaja Dalam Proses Pembalajaran
BAB
III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Intelektual atau sering
banyak digunakan dengan sebutan kecerdasan, merupakan suatu karunia yang
dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya, serta
bagaimana ia berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya.
Ketika baru lahir
seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantung pada orang
lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya anak makin
meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada
orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek
sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah
perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses
psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan
mengunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang,
mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan
persolan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan
(Intelektual) individu berkembang sejalan dengan interaksi antara aspek
perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya.
Maka dengan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan
potensi kecerdasan yang dimiliki.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian intelektual menurut
beberapa ahli?
2. Apakah hubungan intelek dengan tingkah
laku?
3.
Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif
4. Bagaimana
karakteristik perkembangan intelek pada remaja?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan intelektual?
6. Bagaimana perbedaan individual dalam
perkembangan intelek?
7. Apa
saja usaha-usaha dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses pembelajaran?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui apa
sebenarnya yang dimaksud dengan intelegensi dan hubungan intelegensi dengan
tingkah laku.
2. Mengetahui tahapan
perkembangan intelek dan karakteristik perkembangan intelegensi.
3. Mengetahui fakto-faktor
yang mempengaruhi perkembagan intelegensi dan perbedaan individu dalam
perkembangan intelektual serta usah-usaha dalam membantu mengembangkan
intelektual.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelektual
Menurut
English & English dalam Sunarto
(1995 : 99), istilah intellect berarti antara lain : (1) kekuatan mental
di mana manusia dapat berpikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif,
terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya
menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan
yang tinggi untuk berpikir.
Menurut
kamus Webster Newworld Dictionary of the American Language dalam Sunarto (1995
: 99) , istilah intellect berarti :
1) Kecakapan untuk berpikir, mengamati
atau mengerti ; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan,
perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. Dengan dmikian, kecakapan berbeda dengan
kemauan dan perasaan.
2) Kecakapan yang besar, sangat
intelligence, dan
3) Pikiran atau inteligensi.
Singgih
Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991) dalam Sunarto ( 1995 :99), ia
mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut :
1) Intelegensi merupakan suatu kumpulan
kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan
mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan
masalah-masalah yang timbul.
2) Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah
laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3) Intelegensi meliputi
pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku
dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4) Willian Stern mengemukakan bahwa
integensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru
dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5) Binet berpendapat bahwa intelegensi
merupakan kemampuan yang diperleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi
dan dimiliki sejak lahir dan tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam
batas- batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan
intelegensi.
Super
& Cites dalam Wasty (1983: 141) mengemukakan suatu definisi yang sering
dipakai ooeh sementara orang sebagai berikut: “ Intelegensi telah sering
didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau
pengalaman.”
Menurut
Garret (1964) dalam Wasty (1983:142) mencoba mengemukakan definisi intelegensi
yang lebih operasional sebagai berikut :
“Intelegensi
itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk
pemecahan masalah – masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan
simbol-simbol.”
Menurut
Bichof dalam Wasty (1983:142), “Intelegensi
ialah kemampuan untuk memcahkan segala jenis masalah.”
2.2 Hubungan Antara Intelek dan
Tingkah Laku
Kemampuan
berpikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa
yang tidak konkret seperti misalnya pilihan pekerjaan, corak hidup
bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh kedepannya,
dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku pribadirinya dihari depan dan corak
tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam
perkembangan kepribadiannya.
Pikiran
remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan
dengan teori yang dlikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan.
dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tatacara
dan adatistiadat yang beilaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada
pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakuhya.
Kemampuan
abstraksi mempermasalahkan kenyataan;dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang
diakibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas
dan putus asa.
Di
samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya.
1) Cita-cita dan idealisme yang baik,
terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dari
tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang murigikan menyebabkan tidak
berhasilhya menyelesaikan persoalan.
2) Kemampuan berpikir dengan pendapat
sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit
membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri.
Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain
mengenai dirinya.
Egosentrisme
inilah yang menyebabkan "kekakuan" para remaja dalam cara berpikir
maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak
bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena
disangkanya orang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan
dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan "seperti" selalu diamati orang
lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan
terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
Orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhimya, pengaruh
egosentrisitas pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja
sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan
orang lain.
2.3 Tahapan Perkembangan Intelek /
Kognitif
Adapun
tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau
lingkungan, transmisi sosial, dan equilibrium atau self regulation. Selanjutnya
Piaget dalam Djaali ( 2006:68 ) membagi tingkat perkembangan sebagai tahap: (1)
sensori motor, (2) berpikir praoperasional, (3) berpikir operasional konkret,
dan (4) berpikir operasional formal.
1. Tahap Sensorik-Motorik
Selama
tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku reflektif,
dengan melibatkan perilaku yang inteligen. Pada usia 2 tahun, anak secara
mental telah dapat mengenali objek dan kegiatan, dan dapat menerima solusi masalah
sensorik-motorik. Pada usia 2 tahun perkembangan afektif sudah mulai dapat
dilihat, anak sudah mulai dapat membedakan suka dan tidak suka. Hal tersebut
akan berpengaruh terhadap diri anak. Perkembangan kognitif dari tahap
sensorik-motorik pada anak-anak akan terlihat pada upayanya untuk melakukan
gerakan tertentu di antara lingkungan sekitarnya. Pada mulanya gerakan seorang
bayi dilakukan secara spontan.
2. Tahap Berpikir Praoperasional
Selama
tahap praoperasional (2-7 tahun), perilaku intelektual bergerak dari tingkat
sensorik-motorik menuju ke tingkat konseptual. Pada tahap ini terjadi
perkembangan yang cepat dari keterampilan representasional termasuk di dalamnya
kemampuan berbahasa, yang menyertai perkembangan konseptual secara cepat dari
proses ini.
Pada
usia 7 tahun, mereka sudah mulai dapat berpikir pralogis atau semi-logis.
Konflik yang terjadi antara persepsi dan pemikiran secara umum dipecahkan
kembali di dalam persepsi. Perkembangan bahasa dan representasi akan menunjang
perkembangan berikutnya dari perilaku sosial. Perasaan moral dan pemikiran
moral akan tampak (muncul). Anak-anak mulai berpikir tentang peraturan dan
hukum, tetapi mereka belum mengembangkan konsep tersebut secara intensional.
3. Tahap Berpikir Operasional Konkret
Tahap
operasional konkret anak (7-11 tahun) berkembang dengan menggunakan berpikir
logis. Anak-anak dapat memecahkan masalah konservasi dan masalah yang konkret. Anak-anak
dapat berpikir secara logis, tetapi belum mampu menerapkan secara logis masalah
hipotetik dan abstrak. Perkembangan afektif utama selama tahap operasional
konkret adalah konservasi perasaan. Perkembangan tersebut merupakan
instrumental dalam meningkatkan regulasi dan stabilitas berpikir efektif. Selama
tahap operasional konkret perhatian anak mengarah kepada operasi logis yang
sangat cepat. Tahap ini tidak lama dan didominasi oleh persepsi dan anak dapat
memecahkan masalah dan mampu bertahan dengan pengalamannya.
4. Tahap Berpikir Operasional Formal
Selama
tahap operasi formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang secara
kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara 'konkret untuk semua
masalah yang dihadapi di dalam kelas.
2.4 Karakteristik Perkembangan
Intelek Remaja
Pada
awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang
disebut "masa operasi formial" (berpikir abstrak). Pada masa ini
remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang "mungkin" di
samping hal yang nyata (real) (Gleitman, 1986: 475-476) dalam Sunarto (1995:104).
Pada usia remaja ini anak sudah dapat berpikir abstrak dan hipotek. Dalam
berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting,
yaitu:
a. Sifat
Deduktif Hipotesis
Dalam
menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengaawalinya dengan pemikiran
teoretik. la menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian
hipotesis yang mungkin.
b. Berpikir
Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Dengan
terpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku
problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan
pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung yang mungkin ada.
Berpikir abstrak atau formal operation ini merupakan cara berpikir yang
bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak
langsung dihayati.
2.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Menurut
Andi Mappiare (1982:80) dalam sunarto (195:106) hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan intelek itu antara lain :
1) Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam
otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
2) Banyaknya pengalaman dan
latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir
proporsional.
3) Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan
keberahian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan
menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak jajaki
masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan
menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
intelegensi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Hereditas
Semenjak
dalam kandungan,anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja
intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan
menjadi kemampuan berfikir setaraf normal, di atas normal, atau dibawah normal.
Namun, potensi ini tidak berkembang atau terwujud secara optimal apabila
lingkungan tidak member kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan
lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan
Ada
dua unsur lingkungan yang sangat penting perannya dalam memengaruhi
perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Intervensi
yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan
pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki
informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berfikir. Cara-cara
yang digunakan, misalanya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan
ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak
dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat
yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Member kesempata atau
pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.
b. Sekolah
Sekolah
adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan
perkembangan anak termasuk perkembangan berfikir anak. Dalam hal ini, guru
hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya (http://azizahamdi.blogspot.com/2012/05/perkembangan-intelektual-anak.html)
3.
Kematangan
Tiap
organ tubuh dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
4.
Pembentukan
Pembentukan
adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
intelegensi.
5.
Minat dan pembawaan yang khas
Minat
mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perrbuatan itu. Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia
luar , lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu.
6.
Kebebasan
Kebebasan
berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah ( Dalyono, 2005:188-189 ).
2.6 Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Intelek /
Kognitif
Seperti
diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang
inteligensinya. Inteligensi itu sendiri oleh David Wechler (1958) dalam Sunarto
(1995:110) didefinisikan sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk
berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif.”
Berdasarkan
nilai IQ atau kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu:
1) Dibawah
70, anak mengalami kelainan mental
2) 71-85,
anak dibawah normal (bodoh)
3) 86-115,
anak yang normal
4) 116-130,
anak diatas normal (pandai)
5) 131-145,
anak yang superior (cerdas)
6) 145
ke atas anak jenius (istimewa)
Menurut
Piaget, inteligensi mempunyai beberapa sifat:
1)
Intelegensi adalah interaksi aktif
dengan lingkungan.
2)
Inteligensi meliputi struktur organisasi
perbutan dan pikiran, dan inteligensi yang bersangkutan antara individu dan
lingkungannya.
3)
Struktur tersebut dalam perkembanganya
mengalami perubahan kualitatif.
4)
Dengan bertambahnya usia, penyesuaian
diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang bertambah luas.
5)
Perubahan kualitatif pada inteligensi
timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai
kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang telah dikemukakan,
menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu
dengan yang lainnya tidak sama kualitas IQ-nya.
2.7 Usaha-Usaha dalam Membantu
Mengembangkan Intelek Remaja dalam
Proses Pembelajaran
Menurut
Piaget sebagian besar anak usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak
dalam batas-batas tertentu. Menutut Bruner, siswa pada usia ini belajar
menggunakan bentuk-bentuk simboldengan cara yang makin canggih. Guru dapat
membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan
keterampilan proses (discovery approach)
dan dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep dan
abstraksi-abstraksi.
Pada
usia ini remaja mendekati efisiensi intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya
pengalaman membatasi kemampuan mereka dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa
yang diketahui. Karena banyak hal yang dapat dipelajari melalui pengalaman,
para siswa mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang
abstrak dan mungkin tidak mampu memahami sepenuhnya emosi yang dilukiskan dalam
novel-novel, drama-drama, dan puisi-puisi. Karena itu pada tingkatan ini
diperlukan motode diskusi dan informasi untuk menetukan kedalaman pengertian
siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretasi tentang
konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskan konsep-konsep tersebut
ddengan sabar, simpatik, dan dengan hati terbuka; bukan dengan jalan
marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan siswa-siswa.
Ikhtiar
pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guru mengembangkan kemampuan
intelektual peserta didik adalah kesadaran pendidik terhadap kemampuan
intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi
yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing.
Menurut Conny Semiawan (1984), penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan
psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting.
Kondisi
psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara
psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai
berikut :
1.
Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat
(unconditional positive regard). Artinya, apapun keberadaan peserta didik
dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta
memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki
kemampuan intelektual yang dikembangkan secara maksimal.
2.
Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai
oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan
dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan diri.
Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi
sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan
peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap
kompetitif secara sehat.
3.
Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan
dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik,
serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana
seperti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan
mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4.
Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional
positive regard). Artinya, apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan dan
kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pada
dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan
secara maksimal.
5.
Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam
situasi remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy).
Dalam suasana seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan
mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
6.
Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan
pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.
Disini berusaha menciptakan keterbukaan (opennes), kehangatan (warmness), dan
kekonkretan (concereteness).
III. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam penyusunan
makalah mengenai “Perkembangan Intelek” ini, kami dapat menarik kesimpulan
bahwa ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guna
mengembangkan kemampuan intelektual setiap peserta didik harus di pupuk dan
dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan
perbedaan masing-masing.
3.2
Saran
Sebaiknya, untuk
mengetahui tingkat perkembangan intelek seseorang harus dilakukan berdasarkan
tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun intelegensi
tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan faktor
hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan
intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik
maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Agung,
B.Hartono, Sunarto. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dalyono,M.
2005. Psikologi Pendidikan.Jakarta:
rineka Cipta.
Djaali.
2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Soemanto,Wasty. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang: Rineka
Cipta.
Azizahamdi.2012.Perkembangan Intelektual Anak.
Diakses pada http://azizahamdi.blogspot.com/2012/05/perkembangan-intelektual-anak.html
pada tanggal 24 maret 2014.