Jumat, 28 Maret 2014

Perkembangan intelektual peserta didik








MAKALAH
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Penulis
Nama               : Istiqomah (1313023042)
                          Iqbal Taufik Nugraha (13130230)
                          KhairunNisa Rahma sari (13130230)
                          Lezy Meidella (13130230)
                          M Deffry Yunizar (13130230)

Mata Kuliah    : Pengenalan Peserta Didik
Dosen              : Dr. Lilik Sabdaningtyas, M.Pd
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014






KATA PENGANTAR



Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunian-Nya kepada kelompok kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Perkembangan Intelek pada Peserta Didik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengenalan peserta didik. Selain itu makalah juga dapat kita gunakan untuk menambah wawasan pengetahuan kita tentang perkembangan emosi peserta didik.
Namun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Bandar Lampung,  Maret 2014
                                                                                               

                                                                                                    Penyusun





DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN  JUDUL ………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………….
I.          PENDAHULUAN
            1.1 Latar Belakang …………………………………………………
1.2  Rumusan Masalah ………………………………………………
1.3  Tujuan …………………………………………………………..

II.        PEMBAHASAN
2.1     Defisini Intelektual menurut beberapa ahli……………………
            2.2     Hubungan Intelek dengan Tingkah laku …………………….
            2.3    Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif
2.4     Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja ………………..
            2.5    Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan  intelektual
     2.6     Perbedaan Individual dalam Perkembangan  Intelek / Kognitif
     2.7    Usaha dalam membantu Mengembangkan Intelek Remaja Dalam                     Proses Pembalajaran
BAB III PENUTUP
     3.1. Kesimpulan
     3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA






















I. PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Intelektual atau sering banyak digunakan dengan sebutan kecerdasan, merupakan suatu karunia yang dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya, serta bagaimana ia berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya.
Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya anak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan mengunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan (Intelektual) individu berkembang sejalan dengan interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka dengan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kecerdasan yang dimiliki.

1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1.     Apakah  pengertian  intelektual menurut beberapa ahli?
2.     Apakah hubungan intelek dengan tingkah laku?
3.     Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif
4.     Bagaimana karakteristik perkembangan intelek pada remaja?
5.     Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual?
6.     Bagaimana perbedaan individual dalam perkembangan intelek?
7.   Apa saja usaha-usaha dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses pembelajaran?

1.3  Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan intelegensi dan hubungan intelegensi dengan tingkah laku.
2. Mengetahui tahapan perkembangan intelek dan karakteristik perkembangan intelegensi.
3. Mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi perkembagan intelegensi dan perbedaan individu dalam perkembangan intelektual serta usah-usaha dalam membantu mengembangkan intelektual.




















II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intelektual

Menurut English & English dalam Sunarto  (1995 : 99), istilah intellect berarti antara lain : (1) kekuatan mental di mana manusia dapat berpikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir.
Menurut kamus Webster Newworld Dictionary of the American Language dalam Sunarto (1995 : 99) , istilah intellect berarti :
1)         Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti ; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. Dengan dmikian, kecakapan berbeda dengan kemauan dan perasaan.
2)         Kecakapan yang besar, sangat intelligence, dan
3)         Pikiran atau inteligensi.
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991) dalam Sunarto ( 1995 :99), ia mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut :
1)         Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2)         Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3)         Intelegensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4)         Willian Stern mengemukakan bahwa integensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5)         Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas- batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
Super & Cites dalam Wasty (1983: 141) mengemukakan suatu definisi yang sering dipakai ooeh sementara orang sebagai berikut: “ Intelegensi telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau pengalaman.”
Menurut Garret (1964) dalam Wasty (1983:142) mencoba mengemukakan definisi intelegensi yang lebih operasional sebagai berikut :
“Intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah – masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol.”
Menurut Bichof dalam Wasty (1983:142),  “Intelegensi ialah kemampuan untuk memcahkan segala jenis masalah.”

2.2 Hubungan Antara Intelek dan Tingkah Laku

Kemampuan berpikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa yang tidak konkret seperti misalnya pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh kedepannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku pribadirinya dihari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang dlikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan. dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tatacara dan adatistiadat yang beilaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakuhya.
Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan;dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Di samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya.
1)         Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dari tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang murigikan menyebabkan tidak berhasilhya menyelesaikan persoalan.
2)         Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Egosentrisme inilah yang menyebabkan "kekakuan" para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena disangkanya orang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan "seperti" selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat Orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhimya, pengaruh egosentrisitas pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.

2.3 Tahapan Perkembangan Intelek / Kognitif

Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau lingkungan, transmisi sosial, dan equilibrium atau self regulation. Selanjutnya Piaget dalam Djaali ( 2006:68 ) membagi tingkat perkembangan sebagai tahap: (1) sensori motor, (2) berpikir praoperasional, (3) berpikir operasional konkret, dan (4) berpikir operasional formal.
1.    Tahap Sensorik-Motorik
Selama tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku reflektif, dengan melibatkan perilaku yang inteligen. Pada usia 2 tahun, anak secara mental telah dapat mengenali objek dan kegiatan, dan dapat menerima solusi masalah sensorik-motorik. Pada usia 2 tahun perkembangan afektif sudah mulai dapat dilihat, anak sudah mulai dapat membedakan suka dan tidak suka. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap diri anak. Perkembangan kognitif dari tahap sensorik-motorik pada anak-anak akan terlihat pada upayanya untuk melakukan gerakan tertentu di antara lingkungan sekitarnya. Pada mulanya gerakan seorang bayi dilakukan secara spontan.
2.    Tahap Berpikir Praoperasional

Selama tahap praoperasional (2-7 tahun), perilaku intelektual bergerak dari tingkat sensorik-motorik menuju ke tingkat konseptual. Pada tahap ini terjadi perkembangan yang cepat dari keterampilan representasional termasuk di dalamnya kemampuan berbahasa, yang menyertai perkembangan konseptual secara cepat dari proses ini.
Pada usia 7 tahun, mereka sudah mulai dapat berpikir pralogis atau semi-logis. Konflik yang terjadi antara persepsi dan pemikiran secara umum dipecahkan kembali di dalam persepsi. Perkembangan bahasa dan representasi akan menunjang perkembangan berikutnya dari perilaku sosial. Perasaan moral dan pemikiran moral akan tampak (muncul). Anak-anak mulai berpikir tentang peraturan dan hukum, tetapi mereka belum mengembangkan konsep tersebut secara intensional.
3.    Tahap Berpikir Operasional Konkret
Tahap operasional konkret anak (7-11 tahun) berkembang dengan menggunakan berpikir logis. Anak-anak dapat memecahkan masalah konservasi dan masalah yang konkret. Anak-anak dapat berpikir secara logis, tetapi belum mampu menerapkan secara logis masalah hipotetik dan abstrak. Perkembangan afektif utama selama tahap operasional konkret adalah konservasi perasaan. Perkembangan tersebut merupakan instrumental dalam meningkatkan regulasi dan stabilitas berpikir efektif. Selama tahap operasional konkret perhatian anak mengarah kepada operasi logis yang sangat cepat. Tahap ini tidak lama dan didominasi oleh persepsi dan anak dapat memecahkan masalah dan mampu bertahan dengan pengalamannya.
4.    Tahap Berpikir Operasional Formal
Selama tahap operasi formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang secara kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara 'konkret untuk semua masalah yang dihadapi di dalam kelas.

2.4 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja

Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut "masa operasi formial" (berpikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang "mungkin" di samping hal yang nyata (real) (Gleitman, 1986: 475-476) dalam Sunarto (1995:104). Pada usia remaja ini anak sudah dapat berpikir abstrak dan hipotek. Dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu:
a.       Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengaawalinya dengan pemikiran teoretik. la menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin.
b.      Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Dengan terpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung yang mungkin ada. Berpikir abstrak atau formal operation ini merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati.

2.4  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Menurut Andi Mappiare (1982:80) dalam sunarto (195:106) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain :
1)         Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
2)         Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
3)         Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberahian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak jajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Adapun faktor-faktor yang dapat  mempengaruhi intelegensi adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan,anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan berfikir setaraf normal, di atas normal, atau dibawah normal. Namun, potensi ini tidak berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak member kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.

2.      Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting perannya dalam memengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.    Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berfikir. Cara-cara yang digunakan, misalanya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Member kesempata atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.

b.    Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berfikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya (http://azizahamdi.blogspot.com/2012/05/perkembangan-intelektual-anak.html)
3. Kematangan
Tiap organ tubuh dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
4. Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
5. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perrbuatan itu. Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar , lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu.
6. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah ( Dalyono, 2005:188-189 ).

 2.6   Perbedaan Individual dalam Perkembangan  Intelek / Kognitif

Seperti diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang inteligensinya. Inteligensi itu sendiri oleh David Wechler (1958) dalam Sunarto (1995:110) didefinisikan sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.”
Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu:
1)      Dibawah 70, anak mengalami kelainan mental
2)      71-85, anak dibawah normal (bodoh)
3)      86-115, anak yang normal
4)      116-130, anak diatas normal (pandai)
5)      131-145, anak yang superior (cerdas)
6)      145 ke atas anak jenius (istimewa)
Menurut Piaget, inteligensi mempunyai beberapa sifat:
1)                  Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan.
2)                  Inteligensi meliputi struktur organisasi perbutan dan pikiran, dan inteligensi yang bersangkutan antara individu dan lingkungannya.
3)                  Struktur tersebut dalam perkembanganya mengalami perubahan kualitatif.
4)                  Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang bertambah luas.
5)                  Perubahan kualitatif pada inteligensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu dengan yang lainnya tidak sama kualitas IQ-nya.

2.7 Usaha-Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam
Proses Pembelajaran

Menurut Piaget sebagian besar anak usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menutut Bruner, siswa pada usia ini belajar menggunakan bentuk-bentuk simboldengan cara yang makin canggih. Guru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses (discovery approach) dan dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep dan abstraksi-abstraksi.

Pada usia ini remaja mendekati efisiensi intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi kemampuan mereka dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa yang diketahui. Karena banyak hal yang dapat dipelajari melalui pengalaman, para siswa mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang abstrak dan mungkin tidak mampu memahami sepenuhnya emosi yang dilukiskan dalam novel-novel, drama-drama, dan puisi-puisi. Karena itu pada tingkatan ini diperlukan motode diskusi dan informasi untuk menetukan kedalaman pengertian siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretasi tentang konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskan konsep-konsep tersebut ddengan sabar, simpatik, dan dengan hati terbuka; bukan dengan jalan marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan siswa-siswa.
Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guru mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik adalah kesadaran pendidik terhadap kemampuan intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing. Menurut Conny Semiawan (1984), penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting.

Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut :
1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki kemampuan intelektual yang dikembangkan secara maksimal.
2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan diri. Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap kompetitif secara sehat.
3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
4. Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan secara maksimal.
5. Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya.
6. Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri. Disini berusaha menciptakan keterbukaan (opennes), kehangatan (warmness), dan kekonkretan (concereteness).
























III.       PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Dalam penyusunan makalah mengenai “Perkembangan Intelek” ini, kami dapat menarik kesimpulan bahwa ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guna mengembangkan kemampuan intelektual setiap peserta didik harus di pupuk dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing.

3.2 Saran
Sebaiknya, untuk mengetahui tingkat perkembangan intelek seseorang harus dilakukan berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan faktor hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.








DAFTAR PUSTAKA

Agung, B.Hartono, Sunarto. 1995.  Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka   Cipta.

Dalyono,M. 2005. Psikologi Pendidikan.Jakarta: rineka Cipta.

Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Soemanto,Wasty. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang: Rineka Cipta.
Azizahamdi.2012.Perkembangan Intelektual Anak. Diakses pada http://azizahamdi.blogspot.com/2012/05/perkembangan-intelektual-anak.html
                 pada tanggal 24 maret 2014.